Jumat, 07 Oktober 2011


Oleh Ustadz Zainal Abidin, Lc.
Segala puji hanya milik Allah subhanahu wata’ala, dzat yang wajib disembah. Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada penghulu manusia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, keluarganya, shahabatnya dan mereka yang meniti jejaknya dengan baik hingga akhir zaman.
Beberapa tahun ini bangsa Indonesia dirundung duka dengan datangnya  musibah yang bertubi-tubi dari mulai Tsunami di Aceh ratusan ribu nyawa melayang, kemudian banjir yang silih berganti, belum lagi teror bom yang membuat bulu kuduk berdiri, dan akhir-akhir ini gempa bumi mengguncang hampir di seluruh bumi Indonesia yang tidak sedikit nyawa menjadi korban dan berapa banyak kerugian materi  yang hilang, belum lagi adanya krisis global yang membuat pontang panting perekonomian dunia, seharusnya semua itu menjadi bahan perenungan yang membuat kita sadar dan semakin mendekatkan diri kepada Allah, dan manusia yang cerdik adalah manusia yang bisa mengambil pelajaran dari musibah orang lain sementara manusia pandir adalah orang yang baru bisa mengambil pelajaran setelah dirinya terkena musibah.
Imam Ibnu Qayyim rahimahulloh berkata: Pada saat angin bertiup kencang dan masuk ke dalam rongga bumi maka akan menimbulkan gas panas lalu melahirkan tekanan angin namun karena angin tersebut tidak terhambat maka terkadang Allah subhanahu wata’ala mengizinkan bernafas maka terjadilah gempa besar. Maka demikian itu agar  tumbuh pada hamba Allah rasa takut, inabah, melepaskan dirinya dari maksiat, berserah diri kepada-Nya dan menyesali segala dosa-dosanya, oleh karena itu sebagian ulama salaf berkata: “pada saat terjadi gempa bumi berarti Rabbmu telah menegur kalian”. Ketika terjadi gempa bumi maka Umar bin Khaththab radhiyallohu’anhu berkhutbah dan menasehati kaum muslimin dengan berkata: “Jika terjadi gempa bumi lagi maka aku tidak mau tinggal bersama kalian  di tempat ini (Madinah)”.
Tidaklah musibah menimpa suatu negeri melainkan sebagai bentuk peringatan terhadap kedzaliman yang mereka lakukan sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (Huud: 102).
Sikap dzalim dan melampaui batas tersebut tumbuh akibat bangga dengan  kekayaan, sombong dengan status dunia dan melupakan bimbingan agama serta petuah para ulama sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (al-An’am: 44-45).
Musibah bisa menimpa siapa saja karena kesyirikan, kekufuran, kebid’ahan, kefasikan dan kemaksiatan yang ditebarkan di muka bumi sehingga Allah ta’ala memberikan peringatan, dengan firman-Nya:
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Dan Apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya, dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)? (al’Araaf: 97-100)
Dan Allah ta’ala berfirman:
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (al-Isra’:16).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam juga mengabarkan dalam sabdanya:
Akan terjadi lima bencana yang akan menimpa kalian dan Aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mendapatinya; tidaklah kekejian (zina) menyebar di suatu negeri melainkan Allah akan menimpakan penyakit wabah dan thaun yang belum pernah terjadi pada umat sebelumnya; tidaklah mereka menghalangi zakat malnya melainkan Allah akan menahan hujan turun dari langit, kalau bukan karena hewan ternak maka tidak akan diturunkan hujan kepada mereka; tidaklah mereka gemar mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan ditimpa musibah paceklik, kesulitan ekonomi dan jahatnya para penguasa; tidaklah mereka melanggar janji Allah dan janji Rasul-Nya melainkan Allah akan menguasakan atas mereka para penjajah dan merampas sebagian dari kekayaan mereka dan tidak para pemimpin mereka tidak berhukum dengan Kitabullah dan tidak memilih hukum terbaik dari-Nya melainkan umatnya dirundung konflik terus menerus. (H.R Ibnu Majah).
Bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasalam juga menegaskan:
Jika umatku menghalalkan lima perkara maka tunggulah kehancuran merata, bila mereka saling kutuk mengutuk, meminum khamer, memakai sutra, lelaki cukup dengan lelaki dan perempuan cukup dengan perempuan. (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah).
Maka tidak ada solusi dan jalan keluar yang paling tepat kecuali menegakkan syariat, menghidupkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam dan bertaubat kepada Allah ta’ala sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala (yang artinya):
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun. (al-Anfaal: 33)
Di antara mufassirin mengartikan yastagfiruuna dengan bertaubat dan ada pula yang mengartikan bahwa di antara orang-orang kafir itu ada orang Muslim yang minta ampun kepada Allah.
Oleh karena itu, semua umat harus ikut serta memberantas kedzaliman, kemunkaran dan kemaksiatan kalau tidak maka Allah akan menghancurkan orang-orang shalih bersama dengan orang-orang yang jahat dan dzalim sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala (yang artinya):
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (al-Anfaal: 25)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
“Sekali-kali jangan! Demi Allah , sungguh hendaklah kalian menyuruh kepada yang ma’ruf mencegah dari yang munkar dan sungguh hendaklah kalian menahan tangan orang dzalim mengembalikannya kepada yang haq dan menahannya pula kepada yang haq atau (kalau tidak) maka Allah akan menutup hati kalian dan melaknat kalian sebagaimana Dia telah melaknat mereka.”
Di dalam shahih Muslim ada riwayat dari Zaenab binti Jahsy, dia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam:
“Wahai Rasulullah, apakah kami akan celaka (disiksa) sedangkan dikalangan kami terdapat orang-orang shalih? Beliau menjawab:”Ya, apabila kemaksiatan banyak dilakukan orang.”
Dalam shahih At-Tirmidzi ada hadits:
“Sesungguhnya orang-orang, apabila mereka melihat ada orang yang berbuat dzalim tapi mereka tidak menahan tangannya, maka Allah akan menimpakan siksa-Nya kepada mereka.”
Dalam Shahih Al-Bukhari dan At-Tirmidzi terhadap hadits riwayat An-Nu’man bin Basir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam, beliau bersabda:
“Perumpamaan orang yang teguh dalam menjalankan hukum-hukum Allah dan orang-orang yang terjerumus di dalamnya adalah bagaikan sekelompok orang yang membagi tempat di dalam perahu ada yang mendapat tempat di atas dan yang memperoleh tempat di bawah. Sedang yaang dibagian bawah bila mereka membutuhkan air minum maka harus naik ke atas, maka mereka yang di bawah berkata: Lebih baik kami melobangi tempat di bagian kami ini, supaya tidak mengganggu kawan-kawan di atas. Maka jika mereka yang di atas membiarkan kawan-kawan mereka yang dibawah, pasti binasalah semua orang yang ada di dalam perahu itu, tetapi apabila mereka mencegahnya maka semuanya akan selamat.”
Demikian sekilas penjelasan tentang pentingnya amar ma’ruf nahi munkar karena demikian itu mampu menangkal bencana. Dan semoga kita semua diselamatkan dari marabahaya dan musibah di dunia dan akhirat.

Peristiwa bencana alam yang menimpa Indonesia tampaknya masih akan terus terjadi. Belajar dari pengalaman tersebut, tampak terlihat jelas bahwa kita tidak siap dalam mengantisipasi datangnya bencana, lambannya proses evakuasi, sampai dengan terkatung-katungnya proses rehabilitasi infrastruktur dan tempat tinggal. Dan yang paling utama adalah recovery para korban bencana. Lalu, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas disaster management? Pemerintah, aparat, atau masyarakat?
Peristiwa bencana alam yang menimpa Indonesia tampaknya masih akan terus terjadi. Belajar dari pengalaman tersebut, tampak terlihat jelas bahwa kita tidak siap dalam mengantisipasi datangnya bencana, lambannya proses evakuasi, sampai dengan terkatung-katungnya proses rehabilitasi infrastruktur dan tempat tinggal. Dan yang paling utama adalah recovery para korban bencana. Lalu, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas disaster management? Pemerintah, aparat, atau masyarakat?
Berdasarkan kejadiannya, bencana diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar yakni bencana yang diakibatkan oleh alam dan bencana yang diakibatkan oleh manusia. Bencana alam dipahami sebagai peristiwa yang disebabkan oleh kejadian-kejadian yang bersumber dari alam seperti gempa, gelombang tsunami, letusan gunung berapi, dan lain sebagainya. Bencana yang diakibatkan oleh alam, sebagian besar juga melibatkan manusia sebagai faktor penyebabnya karena terkait dengan perkembangan teknologi dan dinamika sosial. Kebakaran dan banjir di perkotaan, kendatipun melibatkan unsur-unsur alam, kini juga dikategorikan sebagai bencana yang disebabkan oleh manusia.
Namun demikian, fokus artikel ini adalah disaster management untuk menghadapi bencana alam. Disaster management sendiri dapat diartikan sebagai pengelolaan dan penanggulangan bencana yang ditangani oleh lembaga di tingkat nasional hingga tingkat daerah dengan tanggung jawab untuk mengelola dan mengembangkan kemampuan masyarakat sehingga dapat hidup berdampingan dan berhadapan dengan potensi bencana yang ada. Penyusunan disaster management sendiri bertujuan untuk mengurangi atau mencegah korban bencana, menjamin kecepatan dan penanganan korban bencana, serta mempercepat proses pemulihan lokasi dan korban bencana.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan disaster management. Demikian hasil penelitian yang dilakukan oleh IGAD (Intergovernmental Authority on Development) bekerja sama dengan FAO (Food and Agriculture Oganization) pada tahun 1998. Komponen-komponen tersebut meliputi:
1. Focal Point Focal point adalah lembaga kunci yang memiliki kewenangan mengelola sumberdaya dan mengoordinasikan lembaga-lembaga terkait, seperti kalangan swasta, lembaga internasional, dan LSM. Untuk kasus Indonesia, Wakil Presiden adalah focal point karena merangkap jabatan Ketua Bakornas PBP (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi).
2. Keterkaitan Kebijakan dan Operasional Kebijakan yang dikeluarkan harus sesuai dan dapat mendukung kerjasama lembaga-lembaga operasional yang bergerak di lapangan. Oleh karena itu, posisi focal point harus diisi oleh pejabat pemerintah yang memiliki wewenang cukup besar dalam mengeluarkan kebijakan bagi aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengendalian wilayah rawan bencana.
3. Hubungan antara Pusat dan Daerah Suatu rumusan hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah perlu diatur agar implementasi dari kebijakan yang ditetapkan berkaitan dengan disaster management dapat menyebar dan diterapkan oleh masyarakat. Ketika bencana terjadi di suatu kabupaten/kota, maka penanggulangannya diserahkan ke Satuan Pelaksana (Satlak) PBP di tingkat kabupaten/kota. Bila kejadian bencana menimpa dua atau lebih kabupaten/kota, maka penanggulangannya diserahkan  ke Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) PBP di tingkat provinsi, dan akan langsung diambil alih oleh Bakornas PBP jika ekskalasi bencana menimbulkan kerugian yang sangat besar secara nasional.
4. Pola Penanganan Bantuan Darurat Pola penanganan dan pengelolaan bantuan darurat perlu dirumuskan secara rinci. Program-program yang dipersiapkan untuk pemulihan psikis korban pascabencana juga perlu diatur mekanismenya agar tidak ada kesulitan lagi di masa mendatang.
5. Konsensus Politik Secara politis diperlukan konsensus agar tidak terjadi tarik menarik kepentingan dalam menangani bencana. Konsensus dapat dibuat antara pemerintah dengan partai oposisi, pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, ataupun dengan komponen masyarakat lainnya. Konsensus ini tentunya akan berguna dalam penyusunan perencanaan darurat dan penerapannya di lapangan pada saat bencana.
6. Peran LSM dan Masyarakat LSM berwawasan sosial dan lingkungan yang dewasa ini banyak tumbuh di masyarakat perlu dilibatkan dalam proses aksi preventif dan rehabilitasi di kawasan rawan bencana.
7. Perencanaan Kesiapan dari Pusat hingga Daerah Perencanaan yang disusun harus mencakup proses dan pendekatan sistematis mengenai apa yang harus dilakukan dan siapa yang bertanggung jawab menjalankannya. Perencanaan disusun juga dengan mempersiapkan contingency plan di setiap daerah agar sesuai dengan potensi bencana yang dimiliki.
Secara umum, perencanaan yang disusun meliputi (a) Kebijakan Penanggulangan Bencana, (b) Landasan Hukum, Tujuan, dan Ruang Lingkup, (c) Pengertian-pengertian, (d) Analisis Risiko Bencana, (e) Peran dan Hubungan Antarlembaga, (f) Organisasi dan Bagan Alur Mekanisme Kerja, (g) Daftar Nama dan Kontak Pejabat Pemerintah, (h) Mekanisme Kerja pada Tahap Prabencana, Tanggap Darurat, dan Pascabencana, (i) Kerjasama Antardaerah/negara, (j) Evaluasi dan Revisi.
Data mengenai karakteristik gempa bumi atau potensi bencana alam lainnya yang dimiliki Indonesia amat jauh dari lengkap. Padahal data ini sangat dibutuhkan untuk melakukan studi atau riset guna memberikan rekomendasi bagaimana seharusnya pembangunan dilakukan di daerah rawan bencana. Berdasarkan hasil penelitian dan riset inilah, para ilmuwan akan mengeluarkan peringatan terhadap daerah-daerah yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus karena tingkat kerentanannya yang tinggi terhadap bencana.
Pendekatan yang dapat dilakukan dalam disaster management adalah (a) dengan menangani langsung bencana tersebut, misalnya bencana tanah longsor melanda suatu kawasan, maka proses penanganan lanjutannya adalah dengan penghijauan/pembangunan kawasan hutan lindung, dan (b) dengan memberdayakan masyarakat di sekitar kawasan rawan bencana. Pendekatan inilah yang dibahas pada bagian berikut.
Disaster Management Cycle (DMC)
Alam mempunyai siklus unik yang berjalan seiring waktu dan sulit ditebak oleh manusia kemana siklus tersebut akan mengarah. Di sisi lain, manusia juga memiliki peran penting dalam proses siklus alam. Oleh sebab itu para pakar penanggulangan bencana menyusun sebuah DMC yang merupakan siklus aktivitas yang perlu dilakukan oleh manusia dalam menghadapi beragam potensi bencana.
DMC terdiri atas dua bagian besar yakni Crisis Management dan Risk Management. Pembagian ini merujuk pada dominasi peran di setiap bagian siklusnya. Dalam Crisis Management, peran pemerintah sangat dominan. Bakornas PBP memiliki satuan-satuan koordinatif di tingkat daerah. Mereka inilah yang mengoordinasikan pengiriman bantuan pangan, obat, sandang, tempat pengungsian, evakuasi, dan pencarian korban. Proses ini tidak dapat lagi diintervensi di lapangan karena sifatnya yang top-down dan koordinatif.
Pada bagian lain, masyarakat memainkan peran dominan dalam Risk Management. Hal ini terkait dengan pembangunan sistem pencegahan, mitigasi, dan kesiapan masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana dalam antisipasi. Fase ini berjalan dengan proses yang lama dan berkesinambungan sehingga tidak mungkin dilaksanakan secara top-down. Peran masyarakat juga makin dominan karena aktivitas sehari-hari masyarakat di lokasi tersebut dapat meningkatkan proses pencegahan atau malah justru mempertinggi tingkat kerawanan lokasi tersebut terhadap bencana.
Community-Based Disaster Management (CBDM)
Seringkali disaster management ditangani langsung oleh aparat pemerintah yang berdomisili tidak di dalam wilayah bencana. Eksistensi mereka dapat digolongkan sebagai faktor eksternal yang tidak memahami kondisi lokasi bencana namun memiliki keahlian dalam penanganan bencana. Sebenarnya dalam disaster management ada proses dinamis dan berkelanjutan yang harus melibatkan warga setempat sebagai bagian dari proses antisipasi terhadap bencana. Selama ini peran masyarakat lokal dalam penyusunan DMC nyaris tidak ada, dan ini sebenarnya menyulitkan  masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bahaya, sementara di sisi lain pemerintah sebenarnya tidak memiliki data dan informasi akurat mengenai kerawanan bencana suatu wilayah secara spesifik.
CBDM merupakan konsep yang kini mulai banyak diterapkan di Indonesia setelah peristiwa gempa dan tsunami melanda Aceh pada akhir tahun 2004. Ketika kita berbicara mengenai "community-based", maka kita akan langsung fokus pada tingkat partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat untuk mampu melaksanakan model CBDM, dan hal lainnya yang berkaitan dengan proses pembangunan dan rehabilitasi pascabencana.
Penutup
Ada cara agar masyarakat dan pejabat setempat "tidak lupa" bahwa wilayahnya pernah tertimpa bencana hebat, dan akan terus menjadi peringatan bagi penduduk dan pemerintah daerah tersebut agar terus memiliki kesiapan dalam mengahadapi bencana, yakni dengan membangun sebuah prasasti.
Namun demikian, masyarakat selalu memiliki cara yang khas untuk bertahan dari ancaman bencana. Kekhasan cara yang dimiliki ini perlu memperoleh panduan dan pengarahan agar menjadi sebuah sistem pencegahan bencana yang optimal. Hal ini penting untuk mencegah jatuhnya korban dan kerugian material yang lebih besar. Partisipasi masyarakat dalam penyusunan CBDM akan membuka wawasan masyarakat dalam pengelolaan alam secara bijaksana dan meningkatkan resistensi masyarakat terhadap potensi bencana yang ada di tempat tinggal dan tempat kerja mereka.
Seperti telah dibahas di awal artikel ini, disaster management bukanlah konsep baku yang hanya fokus pada bencana alam semata. Kemungkinan peristiwa bencana dalam bentuk ancaman banjir musiman, kebakaran, kecelakaan lalu-lintas, kerusuhan massal, kelangkaan air bersih, luberan sampah, makanan yang terkontaminasi bahan berbahaya, dan lain-lain selalu menghantui masyarakat kota-kota besar. Masyarakat perlu dididik untuk mampu menyusun disaster management sendiri sebagai salah satu pola antisipatif menghadapi beragam kemungkinan bencana yang akan terjadi di kemudian hari.
Oleh: Dadap Hadiatno - Angkatan 04 Reguler (Anggota Bidang Pengembangan Organisasi Pengurus Pusat KAGAMA-MM, Pengamat Manajemen Sekuriti)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar